Setiap sebulan sekali Iwan Hamzah kedatangan tamu dari Jepang. Mereka meninjau tambak Iwan yang terletak di Dusun Kepetingan, Desa Sawahan, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Sambil mengambil foto dan gambar, tamu dari Negeri Matahari Terbit tersebut mengelilingi tambak seluas 18 hektare itu.
Setiap kali datang, tamu yang selalu berganti-ganti itu bertanya tentang dua hal. Pertama, apakah tambak ini merusak lingkungan atau tidak. "Kedua, apakah memiliki mangrove atau tidak," kata Iwan, Senin pekan lalu. Jika dua syarat tersebut terpenuhi, mereka akan membeli udang dan bandeng dari tambak milik Iwan.
Bukan cuma Iwan, importir asal Jepang ini juga mendatangi tambak lain di Buduran. Pertanyaan mereka tetap sama, apakah warga mengelola tambak dengan prinsip ramah lingkungan, khususnya menanam mangrove atau bakau. Tanaman ini memang jadi dewa penolong bagi warga Buduran. Bakau mengelilingi tambak warga, area kanan-kiri sungai, serta lahan di sepanjang pantai.
Setiap kali panen, Iwan mendapatkan 90 kilogram udang untuk 1 hektare tambak. Padahal lima tahun lalu dia cuma dapat 15 kilogram udang. Hal ini terjadi karena tingginya kadar pencemaran di pesisir Sidoarjo. Limbah industri, pertanian, dan rumah tangga masuk ke Kali Karanggayam yang banyak dipakai petambak Sidoarjo untuk mengairi tambak. "Tambak saya sebelum 2000-an selalu kena penyakit," ujar Ketua Unit Pelayanan Pengembangan Budidaya Ikan dan Udang Delta Makmur Sidoarjo.
Pencemaran di wilayah pesisir memang mencemaskan. Di Pantai Kenjeran menumpuk kandungan logam berat, seperti kuprum, merkuri, tembaga, timbal, dan cadmium pada kerang serta berbagai jenis ikan. Hal itu terungkap dalam Jurnal Hakiki edisi Februari 2000, yang memuat penelitian Balai Teknik Kesejahteraan Lingkungan dan BPD Jawa Timur. Rata-rata kadar merkuri 11,35 ppb, kuprum 1.276,16 ppb, dan timbal 913.369.
Sisi lain hutan mangrove makin menciut di sepanjang Pantai Sidoarjo. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan, dan Energi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Hasan Basri, dari 26.495 hektare hutan bakau, sekitar 12 ribu hektare rusak. Bahkan lebih dari 9.000 hektare hutan bakau rusak berat. Kerusakan hutan bakau paling parah berada di tiga kecamatan, yaitu Buduran, Sedati, dan Waru. Warga yang tidak mengetahui manfaat mangrove menebangnya untuk membangun tambak baru. Selain itu, sejumlah pengusaha membabat pohon ini karena papan mangrove cocok untuk dijadikan bahan membuat kemasan.
Untuk mencegah kerusakan lingkungan, mulai 2007 warga Buduran menanam mangrove di sekitar tambak. Ada 240 ribu batang mangrove yang ditanam, antara lain jenis Rhizophora (tanjang) sebanyak 130 ribu batang dan Avicena (api-api) sebanyak 110 ribu batang. Setelah tanaman bakau tumbuh, akhir tahun lalu Departemen Kelautan dan Perikanan merevitalisasi tambak di Buduran dengan pola treatment biofilter. Tujuan lain dari program uji coba tingkat nasional ini adalah mengantisipasi limbah dari lumpur panas Lapindo.
Tambak milik Iwan ikut dalam uji coba tersebut. Satu hektare tambaknya digunakan sebagai filter. Dia menebar udang dan bandeng serta menanam bakau dan memberi batu apung. Pohon bakau untuk menyerap polutan di air, sedangkan batu apung untuk menjernihkan air tambak. "Sehingga udang jadi sehat dan bisa terhindar dari penyakit," kata Subandono Diposaptono, Direktur Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Tiga bulan kemudian Iwan memanen udang windu dengan hasil 90 kilogram. Selain itu, penyakit tak lagi bermukim di tambaknya. Sejumlah ahli, seperti Banus (1977), mengungkapkan bahwa hipokotil pohon bakau dapat mengakumulasi tembaga, besi, dan seng. Hutan mangrove yang tumbuh di muara sungai merupakan tempat penampungan terakhir limbah yang terbawa aliran sungai, terutama jika jumlah limbah yang masuk ke lingkungan estuari melebihi kemampuan pemurnian alami oleh badan air. Tumbuhan memiliki kemampuan menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel.
Penelitian di Cilacap menunjukkan bahwa pohon bakau (Rhizophora mucronata) dapat mengakumulasi tembaga, mangan, dan seng. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) pernah meneliti kandungan kadmium dan tembaga pada jenis api-api di muara Kali Wonokromo. Hasilnya, pohon api-api mengandung tembaga paling tinggi pada bagian akar, yaitu 11,5319 mg/gram. Diikuti pada batang sebesar 3,7552 mg/gram dan daun sebesar 2,1142 mg/gram.
Sedangkan kandungan kadmium pada bagian akar sebesar 8,6387 mg/gram, di bagian batang sebesar 2,6825 mg/gram, dan bagian daun sebesar 1,2138 mg/gram. Padahal rata-rata jumlah kandungan tembaga dalam sedimen di muara Kali Wonokromo adalah 13,7513 mg/gram dan logam kadmium mencapai 11,7495 mg/gram. Rata-rata jumlah kandungan tembaga di muara Kali Wonorejo adalah 12,7277 mg/gram dan kadmium mencapai 7,7468 mg/gram.
Penelitian lain dilakukan oleh Pusat Pelestarian Sumber Daya Alam Nasional Futian, Hong Kong. Mangrove yang ditanam di rawa ternyata dapat mengolah limbah dengan biaya rendah. Mekanisme pengendalian pencemaran terjadi melalui proses-proses absorbsi, filtrasi, biodegradasi, presipitasi, sedimentasi, penyerapan oleh tanaman, dan evaporasi atau penguapan. "Hasil penelitian di Futian ini menjadi salah satu dari 12 kiat melindungi lingkungan," kata Subandono.
Jambore Mangrove
Ternyata sekitar 3 persen hasil tangkapan laut Indonesia berasal dari jenis spesies yang bergantung pada ekosistem mangrove, antara lain kepiting, Penaeus monodon, Penaeus mergueiensis, Metapenaeus sp., dan Scylla sersata. Di sisi lain, luas lahan bakau di Indonesia makin berkurang. Pada 1980, luas lahan bakau mencapai 5,5 juta hektare, tapi kini merosot menjadi 2,5 juta hektare.
"Hilangnya hutan mangrove menyebabkan rusaknya fungsi ekologis," kata Subandono Diposaptono, Direktur Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan. Karena itu, sejak lima tahun lalu Subandono menggandeng pemerintah daerah dalam menanam mangrove. Warga dan lembaga swadaya masyarakat juga dilibatkan dalam program yang diberi nama Ayo Tanam Mangrove.
Melalui gerakan itu, mereka menanam bakau pada lahan seluas 500 ribu hektare di pesisir sepanjang 2009. Januari tahun depan, gerakan ini berlangsung di Pekalongan, Jawa Tengah. Utusan nelayan dan komunitas perikanan seluruh Indonesia bakal menanam bakau di kolam tambak. Hal ini dikaitkan dengan program Wanamina.
Tak hanya itu, Subandono juga mendorong generasi muda mencintai pohon ini melalui kegiatan Jambore Mangrove. Pada bulan lalu berlangsung Jambore Mangrove di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Sekitar 500 anggota Pramuka dan pelajar berkemah di pantai. Mereka mendapatkan pengetahuan serta cara memelihara bakau, termasuk informasi manfaat bakau untuk bahan makanan dan minuman. Selain itu, ada lomba cerdas cermat dan keterampilan yang berkaitan dengan tanaman ini.
Dari Karbon sampai Sirop
Intergovernment Panel for Climate Change, dalam laporannya, menyebutkan terjadinya peningkatan gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Bersama gas-gas rumah kaca lainnya, CO2 menjadi biang keladi perubahan iklim. Hutan mangrove ternyata mempunyai kemampuan menyerap gas tersebut.
Hal ini ditunjukkan oleh Nyoto Santoso dalam risetnya di Batu Ampar, Kalimantan Barat, pada 2007. Nyoto mencatat bahwa bakau dengan kondisi baik mampu menyerap karbon sebesar 10,68 ton/hektare/tahun. Penelitian lain dilakukan oleh Ball--seperti dikutip oleh Sukardjo (1996)--yang menunjukkan bahwa fotosintesis mangrove secara khas terpenuhi mencapai ½-2/3 dari seluruh radiasi sinar matahari. Lalu mempunyai suhu optimum di bawah 35 derajat Celsius dan memiliki titik kompensasi CO2 yang mudah ditera. Pada kondisi normal, keseimbangan CO2 secara linier berhubungan dengan daya hantar listrik daun.
Menurut Ball, kecepatan asimilasi banyak berkurang pada suhu daun yang tinggi. Pada beberapa jenis mangrove, kecepatan asimilasi relatif tidak terpengaruh oleh suhu dengan kisaran 17-30 derajat Celsius, melainkan menurun secara tajam pada suhu di atas 30 derajat Celsius dan mendekati nol pada suhu 40 derajat Celsius.
Selain peredam CO2, mangrove memiliki fungsi lain. Davis, Claridge, dan Natarina mencatat sejumlah manfaat itu. Pertama, menjadi habitat satwa langka, seperti 100 jenis burung, termasuk burung langka Blekok Asia. Kedua, melindungi bangunan, tanaman pertanian, atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses penyaringan.
Ketiga, pengendapan lumpur, sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi. Keempat, penambah unsur hara. Kelima, penambat racun. Keenam, sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar kawasan (Ex-Situ). Ketujuh, transportasi. Kedelapan, sumber plasma nutfah. Kesembilan, tempat rekreasi dan pariwisata. Kesepuluh, sarana pendidikan dan penelitian. Ke-11, memelihara proses-proses dan sistem alami. Ke-12, penyerapan karbon. Ke-13, memelihara iklim mikro. Terakhir, mencegah berkembangnya tanah sulfat masam.
Tidak hanya itu, buah dan daun mangrove dapat diolah menjadi bahan baku beragam makanan kecil, sirop, dan urap. Berdasarkan penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan, buah mangrove mengandung gizi seperti karbohidrat, energi, lemak, protein, dan air. Karbohidrat yang terkandung di dalamnya mencapai sekitar 76,56 gram per 100 gram. Buahnya mengandung senyawa yang bermanfaat bagi tubuh manusia, seperti monosakarida, terutama glukosa, galaktosa, dan fruktosa.
Sumber : korantempo.com