Kembalinya Bip Bop

"Bulan..."
"Bulan. Yang mulia..!"
"KPK..."
"KPK. Yang mulia..!"
"Facebook..."
"Facebook. Yang mulia...!"

Kata-kata seorang pria kurus bercelana pendek (Usman Agus) itu ditirukan empat orang yang duduk bersila dengan pandangan tajam ke depan. "Zzzzzzzz..." pria itu mendesis-desis. Ia berayun-ayun di tambang. Sedangkan empat lainnya mematung dengan indranya yang begitu kuat dan sigap. Mereka siap meniru kata apa saja yang terlontar dari mulutnya.

Zzzzzz baru saja bertarung dengan Bip Bop (Daryanto Bended), seseorang yang dari awal mengucapkan kata "bip bop". Inilah pertunjukan kembali Bip Bop karya W.S. Rendra yang pernah menghebohkan pada 1968. Inilah sebuah eksperimen teater yang dahulu kemudian mampu mengubah sejarah teater Indonesia yang tadinya cenderung semata-mata realis menjadi penuh perhatian kepada eksplorasi gerak tubuh.

Selama 60 menit kita disuguhi interaksi tubuh yang minim dialog kecuali bunyi "zzzzzz" melawan bunyi "bip bop". Panggung awalnya memunculkan tokoh Zzzzzzz. Pria kurus itu mendesis tak henti. Ia mendekat kepada kerumunan orang bersila. Satu per satu ia "tewaskan". Si perempuan pun tak urung ia mampuskan setelah diperkosa. Mani yang tercecer seolah ia usapkan pada baju mayat perempuan tersebut.

Mayat-mayat yang bergelimpangan tiba-tiba hidup lagi dan bersila membisu. Sang pengucap "zzzzzz" mematung. Muncullah pria gempal tak berambut. Ia berulang kali mengucap "Bip, bop... bip, bop...!" terus dan terus. Gerakan badannya mengikuti bunyi yang ia ucapkan itu. Sesekali mempengaruhi barisan orang bersila untuk mengikuti ucapannya. Bahkan sang Bip Bop juga turun dari panggung mengajak penonton untuk membunyikan kata itu. Tutur kata "bip bop" yang sistematis, berulang. dan sangat perkusif itu mampu menghipnotis panggung.

Lalu pengucap "zzzzzzz" terbangun. Terjadilah perang dengan sang Bip Bop. Senjata kain panjang merah berhasil direbut. Bip Bop melemah dan tersungkur. Penggantinya adalah kain sarung. Bip Bop menguat kembali dan berhasil membunuh lawannya. Ia merasa jumawa dan segera mempengaruhi barisan orang bersila itu lagi. Tak diduga, justru Bip Bop diserang oleh mereka yang duduk membisu. Mati dan tersungkurlah ia.

Saat dimainkan oleh Bengkel Teater pada 1968, menurut aktor senior, Ikranegara, pementasan hanya berlangsung selama 15 menit. Pementasan waktu itu sebagai hadiah Rendra atas pernikahan sahabatnya Arif Budiman dengan Lela. "Konsepnya masih sama. Namun, gerakannya lebih sederhana dan kostumnya berbicara," ujarnya.

Sang pengucap "zzzzzzz" pada 1968 dimainkan oleh Teguh Karya. Teguh waktu itu berkostum baju lengkap dan necis. Sedangkan sang Bip Bop hanya bertelanjang dada. Bip Bop mengesankan kekuatan alam (humanisme) yang melawan modernisasi. Pertunjukan Bip Bop versus Zzzzzz 2009 ini menurut Ikranegara menjadi agak kabur karena kostum Bip Bop dan Zzzzzz hampir seragam. "Mereka seolah berangkat dari satu budaya yang sama."

Di akhir cerita, kawanan orang bersila itu berusaha mencoba menghidupkan Zzzzzzz. Mereka menegakkan dan menjaganya bila badan itu terhuyung. Tapi ketika hidup, ia membunuh kawanan bersila dengan kejam. Panggung ia kuasai lagi, lalu ia meraung dengan sangat lantang. "Tidak ada lagi Bip Bop..."

Sumber : tempointeraktif.com
0 Responses